Saturday, December 3, 2011

Pertanyaan tentang tenaga kerja anak

Diatur dalam peraturan manakah perlindungan tenaga kerja anak? Dan sejauh ini apakah peraturan tersebut telah memadai? Tolong jelaskan juga kendala yang terjadi dewasa ini tentang pekerja yang masih tergolong anak-anak ini. Tolong juga beri saya segala informasi tentang hal-hal yang bersangkutan dengan tenaga kerja anak ini. Terimakasih

1 comment:

  1. Masalah pekerja anak atau tenaga kerja anak diatur di dalam ps.1 Undang-undang no.25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), yang sekaligus menetapkan batas usia anak yang diperbolehkan bekerja adalah 15 tahun, baik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan. Tetapi menanggapi pertanyaan apakah peraturan tersebut sudah memadai dan sejauhmana pelaksanaannya adalah jauh dari mudah, karena sampai saat ini masalah pekerja anak masih menjadi kontroversi dalam isu tentang perlindungan anak pada umumnya. Bisa dikatakan, masalah pekerja anak merupakan masalah klasik dalam hal perlindungan anak.


    Sebagai Negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) dalam Keppres No.36 Tahun 1990, maka ada baiknya kita merujuk pada KHA untuk semua masalah seputar anak yang kita temui. Di dalam pasal 32 dari KHA, dinyatakan bahwa anak mempunyai hak untuk dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomi dan dari setiap bentuk pekerjaan yang berbahaya dan mengganggu pendidikannya, membahayakan kesehatannya atau mengganggu perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak. Oleh karena itu negara berkewajiban untuk menentukan batas usia minimum pekerja anak, mengatur jam dan kondisi penempatan kerja, serta menetapkan sanksi dan menjatuhi hukuman kepada pihak-pihak yang melanggar peraturan tersebut.


    Dalam hal ini, bisa dikatakan bahwa Negara telah menunaikan core obligation-nya melalui UU Ketenagakerjaan tersebut. Negara telah menetapkan batas usia minimum pekerja anak, telah mengatur bahwa anak harus dihindarkan dari kondisi pekerjaan yang berbahaya, dsb. Tetapi persoalan implementasi merupakan masalah yang sangat berbeda.


    Ada tiga pendekatan dalam memandang masalah pekerja anak, yaitu penghapusan (abolition), perlindungan (protection), dan pemberdayaan (empowerment). Pendekatan abolisi mendasarkan pemikirannya pada bahwa setiap anak tidak boleh bekerja dalam kondisi apapun, karena anak punya hak yang seluas-luasnya untuk bersekolah dan bermain, serta mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Sementara pendekatan proteksi mendasarkan pemikirannya pada jaminan terhadap hak sipil yaitu bahwa sebagai manusia dan sebagai warga negara setiap anak punya hak untuk bekerja. Dan pendekatan pemberdayaan sebenarnya merupakan lanjutan dari pendekatan proteksi, yang mengupayakan pemberdayaan terhadap pekerja anak agar mereka dapat memahami dan mampu memperjuangkan hak-haknya. Pada dasarnya ILO didukung beberapa negara termasuk Indonesia secara terus-menerus mengupayakan pendekatan abolisi atau penghapusan terhadap segala bentuk pekerja anak.


    Kondisi-kondisi yang sangat merugikan seperti diupah dengan murah, rentan terhadap eksploitasi, rentan terhadap kecelakaan kerja, rentan terhadap PHK yang semena-mena, serta berpotensi untuk kehilangan akses dan kesempatan mengembangkan diri, menimbulkan kewajiban baru bagi negara untuk memberikan perlindungan kepada anak yang terpaksa bekerja, dan bahwa kepada anak yang bekerja harus diberikan perlindungan melalui peraturan ketenagakerjaan agar mereka mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja sebagaimana orang dewasa dan agar mereka terhindar dari segala bentuk eksploitasi dan penyalahgunaan.


    Jadi sementara negara belum bisa sepenuhnya menghapus pekerja anak, setidaknya negara dapat menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja anak, sebagai anak dan sebagai pekerja, serta memberikan perlindungan bagi anak-anak yang terpaksa bekerja, melalui cara memfasilitasi mereka dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.


    Tetapi seperti halnya berbagai peraturan lainnya, kendala utamanya adalah dalam hal pelaksanaan. Dan sejauh mana Negara telah memberikan perlindungan terhadap pekerja anak, masih perlu kita kaji lebih lanjut.




    Santi Kusumaningrum, salah seorang Pengajar pada Jurusan Kriminologi FISIP UI, Depok, Indonesia.

    ReplyDelete