Friday, December 2, 2011

Meninggal saat proses PHK

Rekan saya dalam proses PHK setelah sebelumnya melewati masa skorsing. Beberapa kali sidang di P4D dan putusan akhir P4D (15 Maret 2005) menyatakan Perusahaan wajib membayar pesangon kepada rekan saya tapi Perusahaan mengajukan banding ke P4P (28 Maret 2005) dan rekan saya juga mengajukan kontra banding. Namun pada 19 September 2005 rekan saya meninggal karena sakit. Bagaimana status rekan saya apakah otomatis PHK atau proses di P4P masih berlanjut. Sampai saat ini belum juga ada kelanjutan (surat) dari P4P mengenai proses PHK tersebut sejak April 2005. Terima kasih.

1 comment:

  1. Pada umumnya, acuan utama atas masalah perburuhan/tenaga kerja dan sengketa hubungan industrial adalah Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) ataupun Undang-undang No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004) beserta peraturan pelaksananya. Namun, berdasarkan penelusuran kami, peraturan perundangan tersebut tidak mengatur status suatu perselisihan perburuhan apabila penggugat meninggal dunia di tengah-tengah proses hukum.


    Oleh karena itu, sesuai Pasal 57 UU 2/2004, kita harus mengacu pada Hukum Acara Perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.


    Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia, pada umumnya mengacu pada HIR (singkatannya). Namun, ternyata HIR pun tidak mengatur hal tersebut di atas. Jika HIR tidak mengatur, lazimnya praktisi hukum, termasuk hakim, mengacu pada Rv (Reglement of de Burgeryke Rechtsvordering). Berdasarkan Pasal 248 dan 250 (3) Rv kalau salah satu pihak meninggal dunia, maka setelah kematian diberitahukan, pemeriksaan perkara terhenti (lazim disebut schorsing) dan tindakan persidangan setelahnya menjadi tidak sah.


    Namun demikian, dalam praktek ahli waris dari almarhum penggugat dapat melanjutkan gugatan. Beberapa referensi dapat ditemukan dalam literatur (lihat Hukum Acara Perdata Indonesia, Prof. Sudikno Mertokusumo, hal. 104-105, mengutip putusan Landraad/Pengadilan Negeri (PN) Jember, 14 April 1932 dan PN Kutoarjo, 14 Oktober 1933) maupun panduan bagi hakim (lihat Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tekhnis Peradilan Buku II (lazim disebut Buku MA) bagian kedua angka 25, hal. 116).


    Oleh karena itu, ahli waris dari rekan anda dapat menggantikan almarhum untuk melanjutkan proses hukum yang berlangsung. Seharusnya, ahli waris tidak perlu memulai proses hukum dari awal, namun cukup melanjutkan proses yang tengah berlangsung. Mereka perlu memberitahukan fakta tersebut berikut bukti-buktinya (misalnya surat keterangan kematian) kepada P4P atau Peradilan Perselisihan Hubungan Industrial.


    Penting untuk diperhatikan bahwa UU 2/2004 mulai berlaku pada 14 Januari 2006 dan seluruh perkara yang masih diperiksa oleh P4P akan dilimpahkan pada Mahkamah Agung (MA). Proses pelimpahan ini sangat mungkin akan memperlambat proses penyelesaian perkara rekan anda.

    ReplyDelete